MATRANEWS.id – Hari pertama tahun 2024, lebih penting ketimbang sekedar pembuka tahun baru seperti biasanya.
Hari ini istimewa karena bulan depan kita menggelar pesta yang tak hanya dimaknai sebagai proses Demokrasi, akan tetapi juga sebagai tonggak pergantian kekuasaan.
Tahun 2023 yang baru berlalu adalah tahun haru biru politik. Setumpuk residu menghiasi teronggok sepanjang tahun.
Berbagai keputusan dan maneuver politik kontroversial hadir. Setidaknya kita bisa terhenyat oleh upaya “Perpanjangan Masa Jabatan dan Tiga Periode” Lalu ada keputusan ideologis Bu Mega mencalonkan Ganjar dan kemudian menetapkan Mahfud MD sebagai pasangan.
Tak cuma itu berpindahnya Muhaimin Iskandar yang semula ada di Kubu Prabowo Subianto ke Kubu Anies Baswedan.
Tentu yang lebih spektakuler adalah pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo melalui putusan kontroversi MK.
Hal paling akhir ini sering diistilahkan orang sebagai “Pembengkokan Konstitusi.” Alasannya di dalamnya ada dugaan unsur Nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan.
Anwar Usman yang kebetulan ipar Presiden sekaligus paman Gibran, dalam kapasitasnya sebagai ketua MK, melangkah keliru dan tidak taat azas. Keputusan MK memungkinkan sang ponakannya memenuhi syarat pembatasan usia 40 tahun.
Namun tak lama kemudian Majelis Kehormatan MK menyatakan bahwa Anwar Usman, paman Gibran, terbukti melanggar etik berat terkait konflik kepentingan.
Tahun 2023 juga menjadi pelajaran penting karena perilaku buruk elit politik. Mereka tak cuma tidak konsisten namun juga mempertontonkan secara terbuka perubahan sikap secara drastis. Langkah politik balik badan 180 derajat nampak telanjang tanpa malu malu.
Dewan Kehormatan Perwira yang dulu memecat Letnan Jenderal Prabowo Subianto karena kasus penculikan dan penghilangan aktifis demokrasi kini seolah tunduk dan kehilangan taring.
Mereka malah menjadi dasar “pembenaran” atas dosa masa lalu. Demikian halnya beberapa aktivis yang pernah jadi korban tersirep entah karena apa menjadi “kain pel” pembersih dosa.
Bukan saja keliru, akan tetapi menjadi pendidikan politik terburuk bagi generasi muda sepanjang masa.
Tak cukup sampai di situ saja. Di tahun 2023 Indonesia memasuki tahun kegelapan, demokrasi surut mundur karena institusi negara dipergunakan untuk membela “Politik Keluarga.”
Program-program pemerintah cenderung menjadi alat politik, para jurnalis dalam banyak tulisan mengingatkan agar Bansos BLT tidak dijadikan alat tawar menawar politik.
Keprihatinan masih terus berlanjut lantaran muncul keraguan akan netralitas aparat penyelenggara pemilu. Di penghujung tahun muncul kasus kekerasan di Sleman dan Boyolali.
Di Boyolali oknum prajurit TNI secara terang terangan menganiaya pendukung salah satu paslon. Sedangkan , kabar duka datang dari Sleman setelah sebuah bentrokan berujung kematian.
Kabar adanya perusakan dan penghilangan atribut kampanye salah satu paslon,kerap diikuti k dugaan penggunaan oknum aparat penegak hukum dan negara untuk membantu salah satu paslon lain. Posisi Panwaslu & Bawaslu pun dipertanyakan.
Kasus dugaan korupsi Walikota Medan selesai hanya dengan mengembalikan kelebihan uang, lalu ada kabar lain yakni rekayasa food estate agar nampak berhasil. Caranya adalah dengan menanam jagung di lokasi itu agar terlihat berhasil.
Manipulasi-manipulasi semacam ini sudah melampaui batas. Kekuasaan memang begitu menggoda malah membutakan mata banyak orang.
Segala cara ditempuh untuk menggapai kekuasaan. Publik diajarkan untuk melupakan substansi, lantaran gimmick dan retorika dijadikan standar baku untuk menutupi ketidakmampuan dan penghapusan rekam jejak buruk dimasa lalu.
Di hari pertama 2024 ini, penting buat kita, orang orang yang masih punya akal sehat, untuk menguatkan tekad.
Kita mesti berjuang sekuat-kuatnya, sehormat-hormatnya untuk menjaga Ibu Pertiwi dari orang orang tamak akan kekuasaan, harta juga rakus mengumpulkan pundi pundi kekayaan hanya untuk diri sendiri dan segelintir elit.
Tekad yang kuat diiringi kerja-kerja penggalangan ke bawah, terus mengedukasi rakyat, bahwa sesungguh nya kita sedang digiring ke jurang malapetaka. Hal itu harus dihindari.
Sejak awal pilihan pada pasangan Ganjar – Mahfud pasti tidak mudah, tidak akan pernah mudah dalam memperjuangkan nilai-nilai etika dan moral. Namun, jangan pernah mengeluh dengan segala keterbatasan yang ada.
Oleh : Ammarsjah Purba (Jangan pernah berhenti mencintai Indonesia)