Teleperson – Jeanne Noveline Tedja atau akrab dipanggil Nane adalah Founder & CEO Rumah Pemberdayaan. Dia seorang ibu yang sangat peduli dengan isu kesejahteraan anak dan perempuan, kesetaraan gender dan keadilan sosial. Pernah menjabat sebagai Anggota Legislatif di DPRD Kota Depok masa bakti 2009-2014, Nane mendirikan Rumah Pemberdayaan pada tahun 2014 sebagai wadah untuk berkarya dalam bidang pembangunan manusia, khususnya generasi muda bangsa. Saat ini Nane mencalonkan diri menjadi Anggota Legislatif DPRD Provinsi Jawa Barat 2019-2024, dapil Jabar 8 (Kota Depok dan Kota Bekasi) dari Partai Golkar. Klik disini untuk Visi Misi Sebagai Calon Anggota DPRD Prov. Jabar.
Latar Belakang
Lahir di Jakarta, 1 November 1974, Nane lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang multi-kultural dan multi religion. Memiliki Ayah yang keturunan Tionghoa kelahiran Surabaya, Jawa Timur dan Ibu bersuku Minangkabau kelahiran Padang, Sumatera Barat, Nane juga merupakan cucu dari Bagindo Azizchan, seorang Pahlawan Nasional dari Kota Padang Sumatera Barat, yang gugur demi mempertahankan NKRI dan ditembak Tentara Militer Belanda saat Agresi Militer Belanda ke-II tahun 1947. Lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dan dalam lingkungan keluarga yang beragam suku budaya dan agama, Nane tumbuh menjadi seseorang yang sangat toleran dan menghargai perbedaan dan keberagaman serta menghormati agama dan suku lain. Nane selalu memegang prinsip kalimat yang pernah dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib r.a., bahwa “Dia yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan”.
Lahir dan menghabiskan masa kecil di kawasan Menteng Dalam, Tebet Jakarta Selatan, Nane bersekolah di SD Asisi, Jakarta Selatan lalu melanjutkan ke SMP Negeri 20, Jakarta Timur dan SMA Negeri 14, Jakarta Timur. Pendidikan terkahir Nane saat ini adalah S3 (Program Doktoral) Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP Universitas Indonesia, lulus dengan predikat sangat memuaskan pada bulan Januari 2016 lalu setelah berhasil mempertahankan Disertasi yang berjudul ‘Penyelenggaraan Kebijakan Kota Layak Anak di Kota Depok’ dalam Sidang promosi di hadapan para dosen penguji yang salah satunya adalah Prof. Dr. Meutia Hatta (menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI 2004-2009, saat kebijakan Kota Layak Anak diluncurkan pada tahun 2006). Sidang Promosi Nane yang berlangsung pada tanggal 11 Januari 2016 itu juga dihadiri oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI dalam Kabinet Kerja 2014-2019, Prof. Dr. Yohana Yambise.
Karir Profesional
Dalam kehidupan karirnya, ibu dari 3 anak remaja ini pernah bekerja sebagai karyawan swasta di salah satu perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Jerman selama 12 tahun (1996-2008). Nane mengawali karir di perusahaan tersebut sebagai Marketing Officer dan jabatan terkahirnya adalah Corporate Communication Manager. Semasa menjabat sebagai Corporate Communication Manager sejak tahun 2000 sampai dengan 2008, Nane bertanggung jawab terhadap semua kegiatan komunikasi perusahaan baik internal maupun external, termasuk kegiatan-kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility), Community Development, Government Relations, Media Relations dan Marketing Communications, termasuk menulis content untuk website perusahaan dan media informasi internal. Sebagai Public Relations, Nane juga bertugas sebagi juru bicara perusahaan, terutama ketika perusahaan dilanda krisis masalah limbah pada tahun 2007.
Karir Politik
Pada tahun 2008 Nane memutuskan untuk ‘banting setir’ terjun ke dunia politik, dunia yang sama sekali baru baginya. Melalui ajakan seorang teman, Nane bergabung menjadi pengurus Partai Demokrat DPC Kota Depok dan mencalonkan diri sebagai Anggota DPRD Kota Depok pada tahun 2009 dan berhasil meraih suara terbanyak kedua di Dapil Cimanggis. Dilantik sebagai Anggota DPRD Kota Depok masa bakti 2009-2014 pada tanggal 3 September 2009, Nane memulai karir politiknya. Semasa menjabat sebagai anggota Dewan, Nane terkenal lantang menyuarakan hal-hal yang dianggap perlu disuarakan yang bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat. Dia juga kerap mengkritik kebijakan-kebijakan Pemerintah Kota yang dianggap tidak bermanfaat, tidak tepat sasaran, ataupun tidak efektif dalam implementasinya.
Kritik tidak hanya disampaikan didalam ruang rapat maupun Sidang Paripurna, namun Nane juga kerap menyuarakan kritik dengan aktif menulis di media (Harian lokal). Pada tahun 2014 Nane memutuskan untuk tidak mencalonkan diri menjadi anggota DPRD kembali dan memilih untuk fokus menyelesaikan studi S3 di Jurursan Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP Universitas Indonesia. Pada tahun 2017, Nane mengikuti Seleksi Calon Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan lolos 18 besar Calon Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) periode 2017-2022.
Pertengahan tahun 2018 ia diminta untuk mencalonkan diri sebagai Calon Anggota DPRD Prov. Jawa Barat melalui Partai Golkar oleh DPD Partai Golkar. Ia pun lantas memutuskan untuk kembali terjun ke dunia politik praktis dengan menjadi Calon Legislatif DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil Jabar 8 Kota Depok dan Kota Bekasi, periode 2019-2024.
Beberapa hal yang disoroti Nane semasa menjabat sebagai Anggota DPRD Kota Depok 2009-2014 diantaranya:
- Program santunan kematian yang digulirkan Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail yang sifatnya ‘bantuan’ namun dalam anggaran belanja disebutkan sebagai belanja premi asuransi kematian.
- Kasus 22 CPNS yang terlantar akibat tidak becusnya Pemerintah Kota Depok dalam menangani rekrutmen CPNS tahun 2009. Akibat kasus ini DPRD Kota Depok sempat akan menggunakan Hak Interpelasi terhadap Walikota Depok.
- Program ‘One Day No Rice’ yang dianggap tidak efektif mengingat tidak adanya sosialisasi mengenai tujuan dan manfaat program sebelum program diluncurkan serta program yang bukan menjadi prioritas dalam mengatasi permasalahan di Kota Depok..
- Mendorong Otonomi Kelurahan. Hakekatnya adalah bila pembangunan sebuah kota ingin berhasil, maka pelimpahan urusan dan anggaran jangan hanya berhenti di Dinas saja, namun harus lebih jauh kepada kecamatan dan kelurahan, karena masyarakat berada di kecamatan dan kelurahan, bukan di Dinas. Yang dimaksudkan pelimpahan urusan adalah penyerahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kota kepada Lurah,
- Program e-KTP yang baru digulirkan secara nasional dan menerapkan sistem berbasis kecamatan (pelayanan perekaman foto, sidik jari dll dilakukan di Kecamatan). Nane yang saat itu menjadi Ketua Pansus Raperda Retribusi e-KTP mendorong agar kebijakan e-ktp di Kota Depok dilakukan berbasis Kelurahan sehingga masyarakat dapat melakukan perekaman data di Kelurahan yang jaraknya lebih dekat daripada ke Kecamatan. Selain itu Nane juga menerapkan kebijakan nol retribusi alias gratis pembuatan KTP di Kota Depok (saat itu secara Nasional belum diterapkan kebijakan nol retribusi).
- Program-program unggulan di Kota Depok seperti Kota Layak Anak, Depok Cyber City yang implementasinya tidak sejalan dengan janji-janji Walikota.
Kota Layak Anak
Tahun 2013, DPRD Kota Depok mengajukan Hak Inisiatif perumusan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penyelenggaraan Kota Layak Anak. Kebijakan Kota Layak Anak menjadi salah satu program unggulan Pemerintah Kota Depok yang tercantum dalam RPJMD 2011-2016 namun belum ada paying hukum dan peraturan bagaimana kebijakan ini diterapkan di Depok. Ketika Hak Inisiatif ini mendapat persetujuan dalam Sidang Paripurna DPRD pada pertengahan tahun 2013, maka dibentuklah Panita Khusus (Pansus) Pembahas Raperda Kota Depok tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak dan Nane menjadi Ketua Pansus.
Pembahasan dilakukan secara intensif dengan melakukan studi banding ke Kota Surabaya yang implementasi kebijakan Kota Layak Anaknya sudah jauh lebih maju daripada Kota Depok dan juga melakukan konsultasi ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI termasuk melakukan audiensi kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI kala itu, Ibu Linda Gumelar.
Perda Kota Depok no.15 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak akhirnya disahkan pada Sidang Paripurna DPRD Kota Depok tanggal 20 Desember 2013 dihadiri oleh Walikota dan Wakil Walikota Depok beserta jajaran Pemerintah Kota Depok, dan Pimpinan serta Anggota DPRD Kota Depok serta masyarakat umum. Kota Depok adalah kota pertama di Indonesia yang memiliki Perda Kota Layak Anak. Sampai saat ini daerah lain yang ingin membuat perda serupa melakukan kajian dnegan berkunjung ke Pemerintah Kota Depok.
Bersamaan dengan perumusan Perda Kota Layak Anak, Nane juga sedang mengerjakan disertasi S3 dan memilih topic mengenai studi kebijakan. Akhirnya topic mengenai implementasi kebijakan Kota Layak Anak pun menjadi pilihan dengan lokasi penelitian di Kota Depok. Penelitian dilakukan dengan menganalisa implementasi kebijakan baik secara top-down maupun bottom-up. Dalam penelitian ini Nane juga meneliti 12 RW Layak Anak diantaranya di Kelurahan Tanah Baru – Beji, Kelurahan Cilangkap -Tapos, Kelurahan Tugu – Cimanggis, Kelurahan Baktijaya – Sukmajaya, Kelurahan Rangkapan Jaya – Pancoran Mas, Kelurahan Kalibaru – Cilodong, Kelurahan Pondok Petir – Bojongsari, Kelurahan Cipayung Jaya – Cipayung, Kelurahan Sawangan Baru – Sawangan, dll.
Ketika tahun 2014 Nane memutuskan untuk tidak mencalonkan diri kembali dalam Pemilu Legislatif, dia aktif melakukan advokasi dan sosialisasi mengenai Perda Kota Layak Anak di seluruh Kecamatan di Kota Depok – bersama Dinas Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Kota Depok. Selain itu Nane juga kerap diminta menjadi pembicara dalam seminar dan talkshow dengan topik Kota Layak Anak dan kesejahteraan anak pada umumnya. Diwaktu senggang Nane memanfaatkan waktunya untuk menulis. (Red)
Photo Credit : Founder & CEO Rumah Pemberdayaan Dr. Jeanne Noveline Tedja. FILE/Jenote.co.id